Skip to main content

Apresiasi Diri Sendiri

Seragam sekolahku masih putih-biru ketika itu. Hari itu cukup cerah, tak ada yang membuatku merasa cemas. Memang, bukan cemas yang akan melandaku hari itu. Namun, momen beberapa detik di hari itu yang kukenang hingga sekarang. Hanya beberapa detik. Bukan kegembiraan yang menjadi kenangannya. Bukan pula kesialannya. Ingatanku sudah samar-samar, tetapi pelajaran berharga dari momen itu mengakar pada diriku.

source: superstock.com
Sekitar seminggu yang lalu sebelum hari itu, aku dan teman-teman kelasku mendapat ulangan harian salah satu mata pelajaran. Upayaku menjawab soal tentu cukup baik. Dengan percaya diri, aku memberikan ekspektasi nilai yang tinggi untuk itu. Aku sudah tak ingat mata pelajaran apa, hari apa.

Pada hari itu, hasil ulangan harian kami dibagikan. Satu per satu temanku menerima kertas ulangan. Beragam ekspresi seperti biasanya ditunjukkan mereka. Kaget karena tidak menyangka mendapat nilai tinggi, biasa saja karena sudah biasa mendapat nilai sekian, hingga sedih dan kecewa karena nilainya rendah.

Hari itu, benar-benar berbeda. Aku merasa seperti orang terbodoh. Bukan karena nilaiku terendah di kelas. Aku pun bukan termasuk peraih nilai tertinggi di kelas. Jika dipandang secara umum, nilai yang kudapatkan pada ulangan harian itu termasuk kategori yang lumayan. Tapi, aku jarang sekali mendapatkan nilai segitu. Dan hasilnya benar-benar di luar ekspektasiku.

Meski hanya meleset hingga sepuluh poin dari targetku, aku sangat kecewa. Bahkan gelisah saat melihat pesaing kelasku mendapatkan nilai yang lebih tinggi dariku. Aku merasa tidak bisa menerima hasil tersebut.

Salah seorang temanku merasa resah karena aku terus mengatakan bahwa nilaiku 'hanya' segitu dan terus membandingkan nilaiku dengan nilai pesaing kelas. Ia sangat resah dan kesal padaku yang terus berkata demikian kepada siapapun, terus mengeluh.

Ia tak tahan. Akhirnya, ia menegurku dengan 'keras'. "Yaelah, nilai segitu aja berisik banget. Dapat nilai segitu aja sudah bersyukur," begitulah kira-kira apa yang ia ucapkan.

source: Neil Miller via Flickr
Ia bukan teman dekatku, hanya teman main biasa. Aku merasa seperti yang terbodoh. Kurasa, bukan hanya ia yang resah, namun yang lain tak berani 'mengguruiku'.

source: RocketCityMom via Pinterest
Momen beberapa detik itu yang kukenang hingga saat ini. Sepersekian detik setelah ia mengatakan demikian, aku langsung terdiam. Justru, lebih banyak temanku yang nilainya jauh di bawah nilaiku. Namun, mereka tidak 'over'-gelisah. Mereka tidak mengeluh habis-habisan seperti yang kulakukan.

Detik-detik itu benar-benar mengubah segalanya. Mengubah caraku menanggapi hasil ulangan, mengubah pandanganku tentang nilai. Bahwa, nilai bukan segalanya. Berapapun nilai yang didapatkan sama sekali bukan masalah besar.

Seringkali kutemukan ada yang mengatakan, "Wah, baru kali ini nilaiku 80an! Gila, gak disangka banget!" Bahkan ada juga yang sudah bersyukur saat mendapatkan nilai yang 'hanya' 75, pas-pasan banget.


Catatan kecil ini memang sepele.

Tapi, berdampak besar pada hidupku. Sejak saat itu, aku tidak pernah lagi mengeluhkan nilaiku bila rendah. Setiap aku mendapatkan nilai di luar prakiraan, aku teringat padanya. Dalam hati, aku berterima kasih atas nilai yang telah kudapatkan.

Terkadang, manusia memang suka lupa melihat sekelilingnya bahwa ada yang lebih 'kurang beruntung' darinya. Manusia suka membandingkan dirinya dengan yang 'lebih beruntung' darinya, hingga akhirnya ia mengeluh dan merasa tidak adil. Mungkin ini memang sudah mendarah daging.

Tapi, mensyukuri segala sesuatu yang kita dapatkan jauh lebih berharga. Justru, dengan bersyukur, kita sebenarnya 'lebih beruntung' ketimbang mereka yang selalu mengeluh. Dengan bersyukur pula, hati kita jauh lebih tenang ketimbang mereka yang kerap memikirkan betapa tidak beruntungnya mereka.

Pada intinya, tanamlah pada diri kita masing-masing, bibit 'bersyukur'.

source: tobifairley.com
Sirami dan rawat ia bertunas dan berkecambah. Dan akhirnya, ketika ia sudah tumbuh tegak dengan kokoh menjadi pohon yang rindang, ialah yang akan menjadi penyejuk hati kita kala kita sedang dipanaskan oleh ketidakpuasan. Ia juga yang akan membantu kita merasa lebih hidup.

Ketidakpuasan adalah akar ketidakbahagiaan.

Usaha dan target memang sangat diperlukan. Tetapi ketika hasil tidak sesuai dengan target, petik pelajaran berharganya. Kecewa, sah-sah saja. Tetaplah ingat, everything happens for a reason.

Comments

Popular posts from this blog

Dream Bigger, Reach Higher: Am I Daydreaming? Is This Real?

Hai! Teori I, Teori II, dan Praktikum telah usai. Empat hari di Mataram telah kuceritakan pada dua bagian sebelumnya. Ini adalah bagian ketiga. Inilah bagian terakhir dari perjuangan OSTN SMK 2014 di Mataram, NTB. Don't miss this one!

Dream Bigger, Reach Higher: Intro

Hai! Ini adalah post  pertama aku yang berkaitan dengan pengalaman aku sendiri. Well , judul ini menggambarkan apa yang bakal aku ceritakan di sini, sekaligus penyemangat buat yang baca dan buat aku sendiri. Dream bigger, reach higher . Kurang lebih, artinya: mimpi besar, capaian lebih tinggi. Maksudnya adalah ketika kita punya mimpi yang lebih besar, tentu kita akan mengerahkan upaya yang besar pula untuk tercapainya mimpi itu. Sehingga, hasilnya pun lebih besar.