Skip to main content

Light A Lantern

When we become the reason of someone's smile, we shall be the happiest person ever. As the words I often listen: If you light a lantern for another, it will also brighten your way.


Pada masa sekolah, kegiatanku tak hanya diisi dengan pekerjaan sekolah. Aku juga terlibat dalam kegiatan di Soka Gakkai Jambi. Terlibat dalam kepanitiaan dan kegiatan-kegiatan rutin, seperti pertemuan bulanan. Apa yang mendasari diriku untuk melibatkan diri, pada awalnya, hanya semata untuk menambah kegiatan dan pengalaman. Tak lebih dari itu, pada awalnya.

Berjalannya waktu, perlahan, membuatku menyadari bahwa ada suatu poin yang menjaga diriku tetap mau dan betah untuk terlibat. Aku tidak mengeluhkan setiap tugas yang dilimpahkan padaku, meskipun ada saatnya aku mencapai titik jenuhku. Secara sukarela, aku bersedia menuntaskan setiap tugas. Ko Yansen pernah menekankan padaku bahwa itu adalah tugas jiwa. Ya, tugas jiwa. Ketulusan. Kebahagiaan.

Ada kepuasan yang tak terbayarkan oleh materi saat misi tugas itu berhasil aku tuntaskan bersama teman-teman seperjuanganku. Pada akhirnya, perasaan ini mematahkan dasar keterlibatanku "pada awalnya".

Tidak sampai empat tahun aku terlibat. Aku bermigrasi. Aku memilih untuk menggapai gelar sarjana strata satu di kota orang.

Aku bertekad untuk terus dapat mengembangkan jiwa agar lebih peduli dengan orang lain. Aku bertekad untuk terus dapat membuat orang lain tersenyum, terutama kedua orangtuaku. Tekad ini kupegang. Semakin lama, semakin tertanam mendalam.

Untuk mewujudkan tekadku, aku memilih bergabung dengan satu-satunya Unit Kegiatan Mahasiswa sosial di kampus, Rencang. Bukan dengan alasan utama berkeinginan terlibat dalam kegiatan sosial, tapi aku ingin mengasah jiwa dan membawa kebahagiaan untuk orang lain. Aku ingin aliran air semangat mewujudkan tekad tersebut terus terjaga.

Mulai dari mengisi formulir, menghadiri pertemuan demi pertemuan, melaksanakan social work sebagai salah satu syarat masuk Rencang, hingga tahap wawancara. Itu adalah wawancara pertamaku. Cukup berkenang. Namun, aku merasa pesimis usai wawancara, tidak yakin akan diterima.

Kenyataannya, aku berhasil masuk dan bergabung dengan "keluarga besar" Rencang Gen 9! Yeay~

Aku tidak berhasil mengetahui apa yang membuatku bisa lolos dan bergabung dengan Rencang. Padahal, I was too curious about the answer at that time.

Namun, keraguan muncul dalam benakku. Selain mengadakan event sosial, Rencang juga berfokus pada pengembangan rasa kekeluargaan antaranggota. Kata keluarga dan rasa belong selalu "dikumandangkan". Aku ragu, dengan anggota sebanyak ratusan orang, bagaimana mungkin itu bisa diwujudkan? Aku tidak yakin aku bisa merasa belong terhadap semua anggota.

Mungkin, aku adalah orang yang agaknya tertutup. Jadi, rasanya sulit untuk mengembangkan rasa "keluarga".

Sedari event pertama, keraguanku terus timbul. Meskipun event pertama berjalan dengan lancar dan mungkin kami berhasil menjadi alasan atas senyum orang lain, aku tidak memiliki rasa belong terhadap "keluarga besar" Rencang. Kurasa, tekadku juga mulai memudar.

Berlanjut ke event berikutnya. Aku diberikan sebuah tanggungjawab yang cukup berpengaruh terhadap jalannya acara tersebut. Di sisi lain, kupikir, ini adalah kesempatan bagiku untuk memperkenalkan nilai-nilai dari Ikeda Sensei kepada mereka. Dan di saat itulah, perasaan jiwaku mulai memiliki ikatan terhadap UKM ini. Sayangnya, aku merasa gagal memanfaatkan kesempatan itu.

Event ketiga, yang terakhir diadakan sebelum UAS, tanggungjawabku semakin besar. Aku dipercayakan untuk memegang sebuah posisi yang cukup vital dalam kepanitiaan event kali ini. Lagi, kupikir, ini adalah kesempatan untuk memperkenalkan filosofi Ikeda Sensei. Aku tidak menyebarkan atau memberikan kata-kata Ikeda Sensei setiap hari. Aku bukan seorang motivator sekelas Mario Teguh, Andrie Wongso, atau Bong Chandra. Yang dapat kulakukan adalah berusaha menjadi lebih baik supaya apa yang ingin aku sampaikan benar-benar dapat diterima di dalam jiwa anggota divisi yang kupegang ini.

Aku pernah "meminta" mereka agar dapat menarik impact dari setiap event, bukan hanya impact tentang cara mengatur dan menyusun sebuah acara, melainkan juga impact untuk pengembangan jiwa mereka.

Usai event ini, aku tidak tahu apakah aku berhasil memperkenalkan filosofi Ikeda Sensei atau tidak. Namun, esensi paling signifikan yang kudapatkan adalah aku merasakan adanya rasa belong terhadap mereka, terhadap "keluarga besar"!

Lilin yang kunyalakan untuk mereka, ternyata berhasil menerangi diriku juga.

Tahun pertamaku segera berakhir. Tanpa keraguan, aku ingin terus bergabung untuk satu tahun berikutnya. Aku menjumpai beberapa hal sederhana yang ingin sekali kuubah.

Aku tidak bisa mengubah seseorang menjadi orang yang kuinginkan. Tapi, paling tidak, aku bisa menciptakan perubahan yang kelak dapat menjadi alasan seseorang berubah menjadi lebih baik. Aku percaya, setiap orang memiliki potensi yang luar biasa. That's what makes everyone special and unique.

Sangat mudah untuk mengatakan dan menuangkan semua tekad dan keinginanku secara lisan maupun tulisan ini. Tapi, sebuah pertanyaan besar menantang diriku.

Bagaimana konsistensiku dalam mewujudkan tekad dan memenuhi keinginan tersebut?

Comments

Popular posts from this blog

Dream Bigger, Reach Higher: Am I Daydreaming? Is This Real?

Hai! Teori I, Teori II, dan Praktikum telah usai. Empat hari di Mataram telah kuceritakan pada dua bagian sebelumnya. Ini adalah bagian ketiga. Inilah bagian terakhir dari perjuangan OSTN SMK 2014 di Mataram, NTB. Don't miss this one!

Dream Bigger, Reach Higher: Intro

Hai! Ini adalah post  pertama aku yang berkaitan dengan pengalaman aku sendiri. Well , judul ini menggambarkan apa yang bakal aku ceritakan di sini, sekaligus penyemangat buat yang baca dan buat aku sendiri. Dream bigger, reach higher . Kurang lebih, artinya: mimpi besar, capaian lebih tinggi. Maksudnya adalah ketika kita punya mimpi yang lebih besar, tentu kita akan mengerahkan upaya yang besar pula untuk tercapainya mimpi itu. Sehingga, hasilnya pun lebih besar.